Rohmatulloh Pusat Pengembangan SDM Aparatur
Before teaching anything to anyone, we should at
least know who our students are. Who, today, is enrolling in our schools,
colleges and universities? – Michael Serres (2012)
Kutipan yang diambil dari buku “Thumbelina: The
culture and technology of millennials” mengandung makna yang terjemahan
bebasnya kira-kira seperti ini, kalau kita mengajar, lihat siapa yang kita
hadapi di ruang kelas. Ya, hari ini kita banyak bersinggungan dengan
peserta pelatihan ASN post-millennial Z yang karakteritiknya begitu unik.
Karenanya, tantangan pelatihan ASN khususnya dalam memfasilitasi pengajaran dan
pembelajaran di kelas mesti berubah dari metode tradisional ke yang modern
konstruktivisme.
Ditinjau dari perspektif sistem pelatihan ADDIE
yang sudah begitu populer sekali, saat ini kita dihadapkan pada sebuah isu atau
masalah yang tidak tunggal karena melibatkan semua tahapan mulai dari input
peserta pelatihan, proses pengajaran dan pembelajaran, sampai dengan output
capaian kompetensinya bermanfaat bagi unit kerja peserta pelatihan. Oleh karena itu, di mulai dari input sistem peserta pelatihan ASN post-millennial
Z harus dikenali karakteristiknya.
Dalam
bukunya Serres menyebutnya dengan generasi Thumbelina karena generasi ini biasa
menggunakan satu jarinya untuk berselancar ke manapun melewati ruang dan waktu
menggunakan media sosial dan internet. Dalam Statistik Gender Tematik: Profl
Generasi Milenial Indonesia, mengidentifikasi generasi ini yang memiliki
karakteristik sebagai manusia yang akrab dengan teknologi untuk memenuhi segala
kebutuhan hidup termasuk kebutuhan belajarnya. Tidak heran, smartphone
menjadi barang berharga untuk memenuhi segala kebutuhan mencari ilmu atau
pengetahuan dan media belajarnya.
Mengetahui
karakteristik generasi ini, artinya kita telah mencoba memahami suara kebutuhan
dan keinginannya yang menjadi masukan fasilitator pelatihan untuk diakomodasi. Dalam
sistem manajemen mutu modern pun paradigmanya dimulai dari suara pelanggan (voice
of customer) untuk dijadikan acuan atau persyaratan mendesain proses bisnis
sebuah pelayanan.
Karakteristik generasi ini tentunya menjadi titik
awal yang memiliki interkoneksi dengan berbagai komponen input lainnya seperti
metode, materi atau nilai, sarana dan prasarana, dan lain-lain agar
penyelenggaraannya efektif dan efisien. Efektif dan efisien ini menjadi dua
kata kunci dalam manajemen modern yang saat ini diterapkan oleh berbagai pelayanan,
di samping keberlanjutan (sustainability).
Dari sisi penggunaan
media pembelajaran, peran teknologi informasi dan komunikasi menjadi penting
sekali. Apalagi,
jika dikaitkan juga dengan kondisi hari ini pasca pandemi yang membuat peserta
pelatihan menjadi terbiasa dengan budaya baru tersebut. Sehinga, format pembelajaran
jarak jauh metode e-learning maupun yang dikombinasikan dengan metode blended
learning sebagai varian pembelajaran yang tidak bisa dihindari.
Terkait dengan metode pengajaran dan pembelajaran,
kedua format tersebut maupun yang klasikal sekalipun, sebaikanya penggunaan
metode konvensional satu arah ceramah dan tanya jawab dikurangi. Coaching dapat
menjadi salah satu alternatif yang perlu dibudayakan. Coaching dapat dilakukan secara
jarak jauh sekalipun dengan menggunakan berbagai aplikasi pembelajaran
kolaborasi seperti Jamboard, annotation tools (Zoom), Padlet, dan
lain-lain.
Misalnya, pembelajaran tentang nilai BerAKHLAK pada
pelatihan dasar untuk menjelaskan konsep tentang “nilai”. Teori ini banyak
sekali acuannya. Kalau ini disampaikan oleh fasilitatornya dengan satu arah dan
monoton, yakinlah peserta pasti akan bosan dan menutup video jika dilakukan
secara jarak jauh. Oleh karena itu, libatkan peserta
untuk membangun sendiri konsepnya secara kolaboratif. Peserta pasti memiliki banyak
pengalaman dan sumber pengetahuan yang dapat dengan mudah ditemukan dengan
berselancar di dunia maya seperti ChatGPT.
Setelah mencapai konsensus tentang konsep maka
dilanjutkan ke level analisis nilai menggunakan role model. Misalnya, libatkan peserta mencari informasi nama gedung “tokoh yang
berjasa di sektor ESDM,” di unit kerjanya masing-masing. Berikan
instruksi analisis nilai yang ada pada tokoh tersebut. Hasil pembelajaran ini selanjutnya dijadikan acuan untuk membangun sikap
dan perilaku sebagai ASN khususnya di Kementerian ESDM.
Banyak lagi suara kebutuhan peserta pelatihan
ASN post-milenial Z lainnya yang mesti didengarkan agar tantangan pengajaran
dan pembelajaran dalam pelatihan ASN dapat kita dijawab sesuai dengan
karakteristik generasi tersebut, Semoga!