Namanya diabadikan sebagai nama penghargaan
di bidang energi negeri ini.Tentu ada banyak alasan kalau Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menggunakannya.
Pak Broto – begitulah ia disapa oleh para
kolega – adalah sesepuh, panutan dan inspirator di bidang ESDM. Ia adalah Menteri
Pertambangan dan Energi selama dua periode (1978-1988).
Dari pemikirannya dijalankan beberapa hal
strategis yang berskala nasional.
Mulai dari lahirnya Kebijakan Energi Nasional
(KEN), program Listrik Masuk Desa (LMD). pengupayaan sumber energi nonminyak (seperti tenaga air,
panasbumi dan matahari), sampai gerakan hemat energi.
Pak Broto juga melakukan perubahan di lingkungan
kerjanya. Kementerian yang dahulu bernama Departemen Pertambangan, diubah
menjadi Departemen Pertambangan dan Energi. Konsekuensinya, antara lain, Perusahaan
Listrik Negara (PLN) masuk menjadi bagian Departemen Pertambangan dan Energi.
Di tingkat global, Subroto dikenal sebagai The
Wise Minister Subroto from Indonesia. Julukan yang diberikan karena kearifan
serta visinya yang hati-hati dalam pengelolaan minyak di kalangan negara-negara
OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Ia juga piawai berdiplomasi
dan mampu meredam silang pendapat antarnegara OPEC, kala menjabat sebagai
Presiden Konferensi (1985-1985) dan Sekretaris Jenderal pada tahun 1988-1994.
Prof. Dr. Subroto - Guru Besar Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia – juga tercatat sebagai salah satu tokoh yang ikut merancang
blueprint pembangunan perekonomian
Indonesia. Bersama Prof. Dr. Widjojo
Nitisastro, Prof. Dr. Emil Salim, Prof. Dr. Moh. Sadli, dan Prof. Dr. Ali
Wardhana, ia menjadi anggota Tim Ekonomi untuk pembangunan Indonesia di era
awal Orde Baru. Pada tahun 1968 Tim
Ekonomi melahirkan seri Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Rambut putih, kacamata, dasi kupu-kupu
serta senyum yang lebar. Begitulah ciri khas Pak Broto. Lahir di Surakarta,
Jawa Tengah, 19 September, pria berusia 98 tahun itu selalu tampil di ajang
Subroto Award sejak 2017. Pemikirannya
masih jernih, tubuhnya pun masih selangsing dulu.
Tentang badannya, dalam kesempatan
wawancara dengan geomagzgeologi.esdm.go.id.Ia bercerita pernah ditolak menjadi
tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada masa pendudukan Jepang. “Karena badan
saya dianggap terlalu kurus,” tuturnya. Lucunya, ia malah diterima di Militaire
Academie (MA, Akademi Militer) dan malah meraih predikat terbaik kedua dari 197
orang yang lulus tahun 1948.
Panjang umur, selalu sehat dan terus
menginspirasi, Pak Broto!