Jejak karbon adalah jumlah karbon atau gas
emisi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan (aktivitas) manusia pada kurun
waktu tertentu. Jejak karbon yang kita hasilkan akan memberikan dampak yang
negatif bagi kehidupan kita di bumi, seperti kekeringan dan berkurangnya sumber
air bersih, timbul cuaca ekstrim dan bencana alam, perubahan produksi rantai
makanan, dan berbagai kerusakan alam lainnya.
Seperti apa aktivitas manusia yang dapat
menimbulkan jejak karbon? Yuk kita bahas satu per satu!
Proses pembakaran
bahan bakar di atas akan menimbulkan jejak karbon. Dengan bepergian menggunakan
kendaraan pribadi, artinya kita berkontribusi untuk menghasilkan lebih banyak
gas emisi (CO2).Apalagi jika kita terjebak macet. Mesin kendaraan akan menjadi
panas dan melepas gas emisi ke udara. Semakin banyak kendaraan berbahan bakar
fosil digunakan, akan menambah lebih banyak pelepasan jejak karbon ke udara.
Penggunaan energi
listrik untuk keperluan sehari-hari, misalnya TV, AC, lampu, kulkas, mesin
cuci, microwave dan berbagai peralatan listrik lainnya ternyata berbanding
lurus dengan dihasilkannya gas emisi. Kok bisa begitu? Jawabannya ada pada sumber energi listrik
yang kita gunakan. Kebanyakan, sumber energi listrik masih berasal dari
pembakaran bahan fosil pada pembangkit listrik.
Begitupun dengan
penyalahgunaan air. dibutuhkan banyak energi untuk mengelola air bersih, dan
itu masih didapat dari penggunaan energi fosil. Jadi mari kita kurang-kurangi
membuang atau menyalahgunakan air bersih.
Makanan yang kita
konsumsi ternyata juga menjadi salah satu sumber gas emisi. Terutama jika
makanan tersebut berpotensi menjadi gunungan sampah. Mulai dari ekstraksi bahan
baku, proses produksi, proses distribusi, hingga barang tersebut sampai di
tangan kita, ternyata meninggalkan jejak karbon.
Misalnya, bagi
kalian yang suka makan daging sapi, jejak karbon yang dihasilkan sangat tinggi.
Karena daging sapi merupakan salah satu penghasil gas emisi terbesar di dunia.
Maksudnya di sini, dalam proses pengadaannya, lho. Bayangkan, berapa liter
bensin dan solar yang dibutuhkan untuk mengantarkan dan memproses makanan sapi.
Hingga akhirnya, memproses dagingnya juga.
Belum lagi bila
dagingnya harus didatangkan dari luar negeri. Entah dari Amerika, Jepang, atau
Australia. Jejak karbonnya bertambah karena proses distribusinya makin panjang.
Contoh lainnya, 1 kg kopi yang berasal dari luar negeri juga menghasilkan jejak
karbon sebesar 4.82 kg. Hal ini disebabkan oleh proses perkebunan, pengolahan,
pengemasan, distribusi, hingga akhirnya kopi tersebut diseduh dan kita nikmati.
Tiga hal di atas, meski kelihatan sepele,
namun membawa dampak besar terhadap bumi dan kehidupan lainnya. Laporan dari The Lancet Countdown on Health
& Climate Change menunjukkan rata-rata 306 kejadian bencana akibat cuaca
ekstrem tiap tahunnya dari tahun 2007- 2016, dan meningkat 46% sejak tahun
2000.
Pada tahun 2017, terdapat 797 bencana iklim
di dunia dan menyebabkan kerugian ekonomi higga USD129 Miliar. Hal ini
diakibatkan oleh:
Cuaca
Ekstrim dan Bencana Alam
Semakin tinggi jejak karbon yang kita
hasilkan, semakin tinggi pula dampak negatif yang berikan terhadap bumi. Jejak
karbon menyebabkan kenaikan suhu bumi yang sangat ekstrim Peningkatan suhu
0,45-0,75°C yang dapat menimbulkan badai tropis (siklon) serta berbagai bencana
alam seperti banjir atau kekeringan. Perubahan curah hujan ± 2,5 mm/hari
Perubahan
Produksi Rantai Makanan
Perubahan iklim yang disebabkan oleh jejak
karbon juga menimbulkan perubahan produksi rantai makanan. Beberapa tanaman
sulit untuk tumbuh dengan baik. Daerah yang memproduksi padi (beras) jadi
kehilangan kemampuan karena iklim semakin panas.
Penyebaran
Penyakit
Jejak Karbon juga berpengaruh terhadap
kesehatan tubuh, misalnya penyebaran penyakit menular seperti malaria. Hal ini
disebabkan oleh semakin luasnya pergeseran wilayah tropis ke wilayah
sub-tropis, berbagai penyakit tropis juga akan menyebar di berbagai daerah.
Rusaknya
Ekosistem Laut
Jejak karbon juga mengakibatkan rusaknya
ekosistem laut. Semakin banyak gas emisi yang diserapkan oleh laut, akan menyebabkan
kadar asam semakin tinggi dan merusak berbagai ekosistem laut. Berbagai hewan
laut akan sulit untuk bertahan hidup. Selain itu menimbulkan pula kenaikan air
muka laut dan kenaikan suhu di 5,8 juta km2 wilayah perairan Indonesia. Hal ini
berbahaya bagi kapal nelayan <10GT.
Es
di Kutub Mencair
Kenaikan suhu bumi yang disebabkan oleh
semakin tingginya jejak karbon, juga mengakibatkan lapisan es di kutub semakin
menipis. Hal ini menyebabkan ekosistem di kutub menjadi terganggu dan naiknya
permukaan laut.
Berkurangnya
Air Bersih
Dampak jejak karbon selanjutnya adalah
berkurangnya kadar air bersih di bumi. Hal ini disebabkan oleh semakin
tingginya jejak karbon dan berpotensi membuat suhu bumi meningkat dan naiknya
permukaan air laut. Jika air bersih sudah berkurang, air seperti apa yang akan
kita gunakan? Dampak lain yang biasa kita rasakan yaitu kekeringan.
Studi Bappenas menunjukkan bahwa kebijakan
ketahanan iklim pada 4 sektor prioritas (air, kesehatan, kelautan perikanan,
dan pertanian) berpotensi menurunkan risiko kehilangan PDB hingga 50.4% pada
tahun 2024. Sebagai ilustrasi, tanpa intervensi kebijakan, potensi kehilangan
ekonomi di Indonesia akibat perubahan iklim dapat mencapai Rp115 Triliun pada
tahun 2024.
Nah, sudah saatnya kita mengurangi jejak
karbon yang kita hasilkan. Memang tidak mudah, namun dengan hidup sederhana dan
berkolaborasi bersama, kita pasti bisa!